Sabtu, 15 Desember 2018

Perang Dagang Amerika dengan Tiongkok

Sejarah , Dampak Positif dan Dampak Negatif Perang Dagang antara Amerika Serikat denganTiongkok



Baru-baru ini, Donald Trump Presiden Amerika Serikat baru saja menyampaikan sebuah statement dimana statement tersebut Trump menyatakan bahwa ternyata globalisasi merugikan Amerika Serikat. Di sisi lain menurut Trump, terdapat beberapa negara yang mengambil keuntungan dari kondisi tersebut, salah satunya adalah negara Tiongkok (China). Untuk mengatasi masalah tersebut yang dianggap trump sebagai salah satu hal yang harus diwaspadai, Donald Trump menerapkan kebijakan tarif terhadap produk produk impor yang berasal dari China, dimana nilai tarif itu sendiri senilai 60 Miliar US dollar, atau sekitar 824 triliun rupiah.. hal tersbut tentu saja membuat Tiongkok melakukan hal serupa terhadap produk impor asal Amerika Serikat yakni senilai 3 Miliar US dollar, dimana terdapat perbandingan yang cukup jauh antara tarif yang diberlakukan. Tarif impor sendiri merupakan pengenaan biaya pajak terhadap barang impor yang masuk ke dalam suatu negara.
Dengan adanya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, tentu saja akan memberikan dampak terhadap masing masing negara. Sebagai contoh beberapa komoditas andalan Amerika Serikat terhadap Tiongkok adalah daging babi senilai 329,8 Juta US dollar, Buah-buahan senilai 378,4 juta US dollar, dan wine senilai 79,47 juta US Dollar, sedangkan komoditas andalan tiongkok terhadap Amerika Serikat adalah bahan baku pesawat senilai 1.111,88 juta US dollar, perangkat telekomunikasi sebesar 45.879,42 juta US dollar dan besi untuk rel kereta 48,86 juta rupiah. Dimana seluruh komoditi tersebut sudah menjadi salah satu bagian hidup atau kebergantungan di kedua negara tersebut, sehingga apabila salah satu produk tersebut tidak dapat dipenuhi maka akan timbul sebuah gejolak didalam negara tersebut.
Dampak lain yang timbul bagi masing masing negara adalah semakin banyaknya produk yang diproduksi, namun permintaan dari negara lain justru semakin berkurang, hal ini tentu saja juga menimbulkan gejolak didalam negara tersebut, dengan satu pertayaan simpel yakni “Akan kemana produk tersebut akan kita jual?”. Dalam hal ini kemungkinan besar akan dialami oleh Amerika Serikat dan Tiongkok, akibat kebijakan tarif dagang terebut. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, biasanya negara-negara akan mencari negara lain yang memiliki potensi yang baik dan bagus juga sehingga dapat menjadi mitra bisnis dalam hal ekspor impor, dimana negara yang dituju pada umumnya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.
Ketika suatu barang impor masuk kedalam suatu negara tanpa adanya kebijakan dari negara tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa produk impor tersebut akan membanjiri negara tersebut. Disisi lain negara tujuan produk tersebut dimana produknya sudah membanji maka akan menimbulkan gejolak lain didalam negeri tersebut, seperti mulai kalahnya daya saing produk produk nasional dan sebagainya. Oleh sebab itu suatu negara melalui pemerintah menerapkan kebijakan kebijakan yang dapat mengawasi dan menjaga perekonomian suatu negara sehingga terdapat keseimbangan antara produk impor, lokal dan kegiatan ekspor yang dilakukan oleh suatu negara. (KN)

Inilah perjalanan perang dagang Amerika Serikat VS China

Hubungan dagang kedua negara itu memang makin memanas di tahun ini. Nah, berikut ini, panas dingin hubungan dagang Negari Paman Sam dan Negeri Tembok Besar tersebut yang terekam sejak awal tahun ini.

Waktu
Langkah  AS
Langkah China
22 Januari 2018
AS menerapkan tarif pengamanan atau safeguard pada impor mesin cuci dan sel surya. Meskipun sebagian besar impor ini tidak berasal dari Tiongkok, kebijakan AS ini memperjelas bahwa dominasi Cina dalam rantai pasokan global menjadi perhatian.

4 Februari 2018

China memulai penyelidikan anti-subsidi terhadap sorgum yang diimpor dari AS.
9 Maret 2018
Donald Trump menandatangani tarif impor baja dan aluminium dari semua negara, termasuk China.

22 Maret 2018
AS mengusulkan tarif impor sebagai tanggapan atas "praktik perdagangan tidak adil" China yang terkait dengan transfer teknologi, hak kekayaan intelektual, dan inovasi. AS juga akan melaporkan ke WTO dan membatasi investasi dari China.

23 Maret 2018
AS komplain ke WTO tentang perlindungan hak kekayaan intelektual di China.

23 Maret 2018

China memperkenalkan tarif impor barang dari AS senilai US$ 3 miliar sebagai tanggapan atas tarif impor baja dan aluminium.
2  April 2018

China menyatakan akan mengenakan tarif impor senilai US$ 3 miliar produk dari AS termasuk buah-buahan segar, kacang-kacangan, anggur dan daging babi.
3 April 2018

AS merilis daftar produk sebagai target tarif impor yang diusulkan senilai US$ 50 miliar. Produk itu didominasi produk industri teknologi tinggi. Tujuannya untuk menutup kerugian dari dugaan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual di China.

4 April 2018

China akan memungut tarif tambahan 25% atas impor 106 produk AS termasuk kedelai, mobil, bahan kimia dan pesawat terbang. Ini sebagai tanggapan terhadap usulan tarif impor AS pada barang-barang berteknologi tinggi.
5 April 2018

China komplain ke WTO tentang tarif impor baja dan aluminium AS.
5 April 2018
Trump mempertimbangkan tambahan tarif impor atas produk dari China hingga senilai US$ 100 miliar.

10 April 2018

Presiden Xi Jinping berjanji membuka berbagai sektor termasuk otomotif dan keuangan.
16 April 2018
AS menghukum perusahaan China, ZTE karena melanggar perjanjian dengan AS. ZTE terbukti melakukan bisnis dengan Iran dan Korea Utara, dua negara yang diembargo AS. ZTE dilarang membeli komponen teknologi AS selama tujuh tahun.

17 April 2018

China mengumumkan akan mengenakan tarif anti-dumping atas impor sorgum dari AS.
26 April 2018
AS menyelidiki perusahaan asal China, Huawei Technologies Co. karena kemungkinan pelanggaran serupa dengan ZTE.

4 Mei 2018

China memprotes kasus ZTE.
10 Mei 2018
ZTE berhenti beroperasi di AS.

18 Mei 2018

China mengakhiri investigasi anti-dumping dan anti-subsidi sorgum.
20 Mei 2018
AS setuju menunda pemberlakuan tarif impor baja dan aluminium.

20 Mei 2018

China menawarkan untuk meningkatkan pembelian barang-barang dari AS secara signifikan.
22 Mei 2018

China menawarkan untuk menghapus tarif impor produk pertanian AS sebagai bagian dari kesepakatan.
22 Mei 2018

China akan memangkas bea masuk mobil menjadi 15% dari 25%.
25 Mei 2018
AS mengumumkan denda $ 1,3 miliar dan hukuman lainnya bagi ZTE. AS juga membuka kemungkinan bagi ZTE melanjutkan pembelian komponen dari pemasok AS.

29 Mei 2018
AS mengumumkan rencana membatasi visa bagi warga China untuk melindungi hak kekayaan intelektual.

30 Mei 2018

China mengumumkan pemotongan tarif impor beberapa barang konsumsi, terhitung mulai 1 Juli 2018.
6 Juni 2018

China menawarkan pembelian barang-barang AS hingga senilai US$ 25 miliar.
7 Juni 2018
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengumumkan kesepakatan yang memungkinkan ZTE kembali berbisnis di AS.


15 Juni 2018
AS mengumumkan tarif impor hingga sebesar US$ 50 miliar atas produk dari China.

19 Juni 2018
Trump mengancam akan mengenakan tarif pada ekspor China hingga senilai US$ 200 miliar, dengan tambahan senilai US$ 200 miliar jika China melakukan langkah balasan.

6 Juli 2018
AS mulai memberlakukan tarif impor barang-barang dari China senilai US$ 34 miliar.


Dampak Positif
   1)      Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Darmin Nasution menghimbau masyarakat tidak perlu cemas atas perang dagang Amerika Serikat dengan China. 
“Biar saja mereka perang dagang. Itu adalah kelanjutan kebijakan yang lalu. Jadi imbasnya tidak selalu negatif. Bisa saja ada positifnya, jika dilihat dari kepentingan konsumen, mungkin dapat barang lebih murah,” kata Darmin.
   2)      Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menjelaskan bahwa Indonesia bisa merasakan dampak positif dari perang dagang yang terjadi di antara Amerika dan China. Meski kemungkinannya hanya sedikit, dia mengatakan, Indonesia bisa mengambil peluang untuk menggantikan beberapa produk yang dibutuhkan oleh kedua negara tersebut.

Misalnya, China mengenakan tarif impor kedelai untuk Amerika, pastinya AS akan mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dari kedelai tersebut. Nah, Indonesia bisa mengambil kesempatan tersebut dengan mengekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk Amerika.
   3)     Direktur Eksekutif LM FEB UI Toto Pranoto menilai, kebijakan bea masuk barang tersebut dalam rangka untuk melindungi sektor domestik. Hal ini dilakukan agar daya saing korporasi Amerika Serikat dapat meningkat.
Dengan adanya perang dagang tersebut, seharusnya Indonesia memiliki beberapa hal yang dapat dijadikan peluang. Karena Amerika dan China melakukan perang dagang, maka mereka tidak akan melakukan interaksi. Kedua negara itu, butuh negara lain untuk memasukan barang ke China atau ke Amerika.
Nah, Indonesia bisa ambil peran tersebut, mengingat Indonesia memiliki hubungan baik antara kedua negara tersebut dan wilayah yang strategis.

Dampak Negatif
     1)      Menurunnya Ekspor Bahan Baku Indonesia ke China dan Amerika
Yang pertama adalah menurunnya ekspor bahan baku atau bahan penolong Indonesia ke China dan Amerika. Menurut Iman, ini terjadi jika cakupan perang dagang meluas ke produk lain.
Tahap pertama dampak ke Indonesia ekspor kedua negara belum terlalu besar. Produk yang dihasilkan China kemudian diekspor ke Amerika itu ambil bahan baku dari Indonesia relatif sedikit. Begitu coverage diperluas, kita perlu kajian lebih lanjut sejauh apa dampak terhadap ekspor untuk kedua negara tersebut,” jelasnya.
2)      Terjadi Trade Diversion Yang Bisa dimaksimalkan Indonesia
Karena persaingan pasar akibat perang dagang itu, akan terjadi trade diversion. Hal ini  terjadi akibat adanya intensif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena lebih murah.
“Produk yang dihasilkan China dan Amerika terhambat tarif yang tinggi di kedua negara dan akan cari jalan ke pasar lain ke semua negara. Indonesia salah satunya. Termasuk Afrika dan Amerika latin,” jelas Iman.
3)      Tarif Impor Tinggi
AS memberlakukan tarif impor tinggi bagi negara-negara yang lebih banyak melakukan ekspor dibanding impor dari AS. Karenanya, AS mengambil tindakan tersebut untuk mengatasi defisit negaranya. "Indonesia sebenarnya juga terkena pengenaan tarif impor tinggi Trump, tapi enggak setinggi China. Makanya enggak terlalu heboh seperti China dan AS," tambahnya.

Cara Menanggulangi Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok
   1.      Menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik. Lalu, melakukan efisiensi belanja publik.
   2.      Melakukan inovasi baru dalam ekspor, diversifikasi produk, dan mencari alternatif baru tujuan ekspor
   3.      Menjaga koordinasi antar menteri agar tidak menimbulkan kegaduhan. Sehingga, tidak menimbulkan kepanikan.


Referensi   :

Sabtu, 08 Desember 2018

RASIO KEUANGAN ( PENGERTIAN, MANFAAT, JENIS-JENIS RASIO KEUANGAN BESERTA RUMUSNYA )


Rasio Keuangan
Pengertian analisis rasio keuangan atau yang dikenal dengan istilah financial ratio  ialah sebagai alat analisis untuk  membandingkan angka-angka yang terdapat pada laporan keuangan dan juga untuk melihat atau mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta menilai kinerja manajemen 
perusahaan tersebut dalam satu periode tertentu.

Manfaat dari Rasio Keuangan yaitu sebagai berikut  :

1.      Dapat membantu kita menganalisis suatu kinerja dari suatu perusahaan.
2.      Dengan Rasio Keuangan, kita dapat mengetahui dan juga menunjukkan dimana permasalahan posisi keuangan perusahaan serta kekuatan dan kelemahannya. 
3.      Dapat membantu Manajemen, Kreditur ataupun Investor dalam mengambil suatu keputusan. yang berarti rasio keuangan sangat berpengaruh terhadap hasil keputusan orang-orang yang bersangkutan tersebut. 
4.      Rasio Keuangan juga dapat membantu para pemegang saham agar ia dapat membandingkan hasil keuangan perusahaan dengan pesaingnya. 

Jenis - Jenis Rasio Keuangan :

          1.     Earning Ratio

a)     Dividend Per Share (DPS)

Dividend Per Share ialah suatu rasio yang mengukur seberapa besar dividen yang dibagikan oleh perusahaan dibandingkan jumlah saham yang beredar pada tahun tertentu. Dapat juga dikatakan rasio ini memberikan gambaran besar laba yang dibagikan ke para Pemegang Saham dalam bentuk dividen untuk setiap lembar saham.

Rumus :


Dan jika Perusahaan memiliki Dividen Per Share yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis lainnya, akan lebih gampang diminati Investor, karena mereka akan memperoleh kepastian modal yang ditanamkannya yaitu berupa Dividen.

b)     Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share menunjukkan pendapatan untuk tiap lembar saham laba bersih harus dikurangi dengan dividen saham preferen untuk menentukan jumlah yang akan dibagikan kepada Pemegang Saham biasa. Jadi, semakin tinggi nilai EPS suatu perusahaan, itu menunjukkan bahwa saham perusahaan memiliki keuntungan yang lebih besar untuk tiap lembar sahamnya. Angka EPS itu sendiri dihitung yaitu laba bersih dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar.

Rumus  :


c)     Book Value Per-share (BVPS)

Dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai bukunya.

Rumus  :



d)     Cash Flow Per-share (CFPS)

Dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.
Rasio Harga Terhadap Arus Kas ini biasanya digunakan oleh para Investor untuk mendeskripsikan penilaian suatu perusahaan yang berhubungan dengan salah satu pertimbangan paling penting dalam laporan keuangan perusahaan yaitu UANG TUNAI. Dapat dikatakan bahwa Rasio Price to Cash Flow atau Rasio PCFR ini hanya mempertimbangkan arus kas dalam penilaiannya dan menghilangkan faktor-faktor non-tunai dan depresiasi (penyusutan).

Rumus  :


e)     Cash Equivalent Per-share (CEPS)

Cash Equivalent Per Share ini ialah Arus kas bebas risiko yang dianggap Investor setara dengan Arus kas yang lebih tinggi namun cukup berisiko.

Rumus  :


f)      Net Fissel Per-share (NAVS)

Net Asset Value Per Share ini dapat diartikan sebagai ekspresi untuk nilai aset bersih yang menunjukkan nilai per saham untuk suatu dana ( pertukaran yang diperdagangkan, timbal balik, dan penutupan -tertutup) perusahaan. Nilai Aktiva Bersih per saham atau NAVS mengacu pada nilai unit tunggal, atau berbagi atau dana.

Rumus  :


2.     Valuation Ratio

a)     Price To Earning Ratio (PER)

Price to Earning Ratio atau biasanya disingkat dengan singkatan PER (P/E Ratio) adalah rasio harga pasar per saham terhadap laba bersih per saham. Rasio Price to Earning ini adalah rasio valuasi harga per saham perusahaan saat ini dibandingkan dengan laba bersih per sahamnya. Price to Earning Ratio ini merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengevaluasi investasi prospektif. Rasio ini juga digunakan untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan apakah akan membeli saham perusahaan tertentu. Umumnya, para trader atau investor akan memperhitungkan PER atau P/E Ratio untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu saham.

Rumus  :


b)     Price Book Value Ratio (PBVR)

PBV atau Price to Book Value (Rasio Harga terhadap nilai Buku) ini dapat dihitung dengan membagikan Harga per lembar Saham perusahaan yang bersangkutan dengan nilai buku per lembar saham (Book Value per Share). Berikut ini adalah Rumus PBV untuk menghitung rasio Harga Saham terhadap Nilai Buku ini.

Rumus  :


c)     Price Cash Flow Ratio (PCER)

Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.

Rumus  :

Price to Cash Flow Ratio atau Rasio Harga terhadap Arus kas dapat dihitung dengan membagi HARGA SAHAM (Price per Share) dengan ARUS KAS per SAHAM (Cash Flow per Share). Persamaan atau Rumus Price to Cash Flow Ratio dapat ditulis seperti berikut ini :


Price to Cash Flow Ratio ini juga bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar. Persamaan atau Rumusnya dapat ditulis seperti dibawah ini :


Keterangan : Arus Kas per Saham dapat dihitung dengan menambahkan amortisasi dan penyusutan (depresiasi) ke laba bersih kemudian dibagi dnegan jumlah saham yang beredar. Arus Kas ini dapat kita temukan di Laporan Keuangan Arus Kas Tahunan.


         3.     Profitability Ratio

a)     Operating Profit Margin (OPM)

Operating Profit Margin (x1) Adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit margin mengukur persentase dari profit yang diperoleh perusahaan dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini maka semakin baik.

Rumus  :


b)     Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Marjin Laba Bersih adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur persentase laba bersih pada suatu perusahaan terhadap penjualan bersihnya. Marjin Laba Bersih ini menunjukan proporsi penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua biaya terkait. Net Profit Margin ini sering disebut juga dengan Profit Margin Ratio (Rasio Marjin Laba).

Rumus  :


Net Profit Margin Ratio ini dapat dihitung dengan cara membagi laba bersih dengan total penjualan. Berikut ini adalah rumus Net Profit Margin :


c)     Earning Before Taxing (EBIT)

Ukuran profitabilitas entitas yang tidak memasukkan beban bunga dan pajak penghasilan. Bunga dan pajak dikecualikan karena mereka termasuk pengaruh faktor lain selain profitabilitas operasi.

Rumus  :

EBIT = Laba (rugi) + Biaya Keuangan + Beban Pajak Penghasilan

d)     Retur On Asset (ROA)

Return on Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).

Rumus  :


e)     Retur On Equity (ROE)

Return on Equity Ratio yang biasanya disingkat dengan ROE adalah rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari investasi pemegang saham di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, ROE ini menunjukkan seberapa banyak keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan dari setiap satu rupiah yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. ROE biasanya dinyatakan dengan persentase (%).

Rumus  :

Rasio Return on Equity (ROE) dihitung dengan membagi laba bersih dengan ekuitas pemegang saham. Berikut ini adalah Rumus ROE :


Pada umumnya, Return on Equity atau ROE ini dihitung untuk pemegang saham biasa (common shareholders). Dalam hal ini, dividen preferen tidak termasuk dalam perhitungan karena jenis dividen ini tidak tersedia untuk para pemegang saham biasa. Dividen Preferen biasanya dikeluarkan dari perhitungan Laba Bersih (Net Income).

4.    Liquity Ratio

a)     Debt To Equity Ratio (DER)

Pengertian Debt to Equity Ratio (DER) dan Rumus DER – Debt to Equity Ratio atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau Rasio Hutang Modal adalah suatu rasio keuangan yang menunjukan proporsi relatif antara Ekuitas dan Hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Rasio Debt to Equity ini juga dikenal sebagai Rasio Leverage (rasio pengungkit) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa baik struktur investasi suatu perusahaan.

Rumus  :

Rasio Hutang Terhadap Ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER) dihitung dengan cara mengambil total kewajiban hutang (Liabilities) dan membaginya dengan Ekuitas (Equity). Berikut dibawah ini adalah Rumus Debt to Equity Ratio (DER).






Pendekatan Manajemen SDM

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM adalah suatu ilmu atau cara yang mengatur interaksi dan peranan sumber daya (tenaga kerja) y...