Jumat, 02 November 2018

Good Corporate Governance (GCG)


Pengertian, Manfaat, Sejarah dan Contoh Good Corporate Governance (GCG)
Pengertian - Tata Kelola Perusahaan (bahasa Inggriscorporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang sahammanajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
           
Manfaat Good Corporate Governance (GCG)

Menurut Arafat et al. (2008) dalam Narwasti (2010), manfaat penerapan CG yaitu:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan operasional 20 20 perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Meningkatkan corporate value. Tjager (2003) mengungkapkan bahwa GCG dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusankeputusan yang menguntungkan diri sendiri.
3. Meningkatkan kepercayaan investor. Survey yang dilakukan oleh McKinsey & Co mengatakan bahwa GCG menjadi perhatian utama para investor menyamai kinerja finansial dan potensi pertumbuhan, khususnya bagi pasar- pasar yang sedang berkembang.
4. Meningkatkan kepuasan pemegang saham. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.

Sejarah munculnya Good Corporate Governance (GCG)
Mulai populernya istilah "tata kelola perusahaan yang baik" atau lebih dikenal dengan istilah good corporate governance, tidak lepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan - perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Runtuhnya Sistem Ekonomi Komunis mejelang akhir abad ke-20, menjadikan Sistem Ekonomi Kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem Ekonomi Kapitalis ini makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh negera-negara maju penganut sistem ekonomi kapitalis. Ciri umum sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/sektor swasta.
Pola krisis di Indonesia-sebagaimana juga di beberapa negara Asia lainnya sekitar tahun 1997 diawali oleh para spekulan mata asing sehingga memberikan tekanan berat pada mata uang lokal di beberapa negera di Asia. Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang lokal, naikknya suku bunga bank, meningkatnya kredit macet, dan anjloknya indeks harga saham (I.P.G. Ary Suta dan Soebowo Musa, 2004). Sebelum krisis, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mendomisasi pinjaman ke bank dalam valuta asing sehingga pada terjadinya krisis pada tahun 1997 perusahaan-perusahaan tersebut mengalamai kebangkurat atau kesulitan keuangan karena utang yang menggelembung akibat dari bunga bank yang meningkat dan anjloknya nilai rupiah. Hal ini menimbulkan efek donomi dengan hancurnya sistem perbankan di Indonesia pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks.
Beberapa perusahaan yang bermasalah dan bahkan tidak mampu labi menerukan kegiatan usahannya akibat adanya praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance), antara lain : PT. Indorayon, PT Lapindo Brantas, PT Dirgantara Indonesia, dan bank-bank ini harus melakukan mergerBank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara (BDN) , Bank Bumi Daya - (BBD), Bank Export- Import- Bank Exim).
Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan pada tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahaan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara superpower Amerika Serikat (AS). Bahkan, yang menimpa AS terjadi secara bergelombang dalam kurun waktu yang relatif singkat. Sama seperti di Indonesia, Kasus yang terjadi di AS juga disebabkan oleh lemanya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan terjadi pada sekitar awal tahun 2000-an menimpa perusahaan-perusahaan raksana, seperti : Enron, Tyco, Adelphia, Global Crossing, Williams Technologies Companies, WorldCom, Dynegy, JP Morgan, Chase, Citicorp, AOL, TimeWarner, dan Lucent Technologies (Tuanakotta, 2007).
Akibat dari berbagai praktik tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan besar ini bukan saja telah menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia tetapi juga memengaruhi perekenomian AS dan dunia. Untuk mengatasi krisis global pertama pada awal tahun 2000-an, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam kepanikan para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan Publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, Undang-Undang ini menjadi acual awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di Indonesia.


Self Assessment Good Corporate Governance Perbankan

Dasar Aturan
Penilaian sendiri atas pelaksanaan GCG bagi perbankan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
·   PBI No.8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas PBI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum
·      SE BI No.15/15/DPNP tanggal 29 April 2013, tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum

·     SE BI No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum


Periode Penilaian
Bank  wajib  melakukan penilaian  sendiri  (self assessment) atas Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risiko (RBBR),  baik secara individual maupun secara konsolidasi yang dilakukan  paling kurang  setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Parameter Penilaian
Bank harus melakukan penilaian sendiri  (self assessment) secara berkala yang paling kurang meliputi  11  (sebelas)  Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG yaitu:
1.      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
2.      pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
3.      kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
4.      penanganan benturan kepentingan;
5.      penerapan fungsi kepatuhan;
6.      penerapan fungsi audit intern;
7.      penerapan fungsi audit ekstern;
8.      penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern;
9.     penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposures);
10.  transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal; dan
11.  rencana strategis Bank.

Selain itu,  perlu diperhatikan pula informasi lainnya yang terkait penerapan  GCG  Bank  di luar 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan GCG seperti misalnya permasalahan yang timbul sebagai dampak kebijakan remunerasi pada suatu bank atau perselisihan internal Bank yang mengganggu operasional dan/atau kelangsungan usaha Bank. Sebagai contoh, penetapan bonus yang didasarkan pada pencapaian target di akhir tahun, dimana penetapan target tersebut sangat tinggi (ambisius) sehingga mengakibatkan dilakukannya  praktek-praktek yang tidak sehat oleh manajemen ataupun pegawai bank dalam pencapaiannya.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan pendekatan risiko (RBBR), penilaian terhadap pelaksanaan GCG yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar tersebut dikelompokkan dalam suatu  governance system  yang terdiri dari 3 (tiga) aspek  governance, yaitu  governance structuregovernance process, dan governance outcome
Definisi Peringkat
Peringkat faktor GCG dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat  5. Urutan  peringkat faktor GCG yang lebih kecil mencerminkan  penerapan GCG yang lebih baik.
Peringkat 1
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance  yang secara umum  sangat baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang sangat memadai atas prinsip-prinsip  Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh manajemen Bank. 
Peringkat 2
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance  yang secara umum  baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance,  maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen Bank.
Peringkat 3
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance  yang secara umum  cukup baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang cukup memadai atas  prinsip-prinsip  Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup dari manajemen Bank 
Peringkat 4
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance  yang secara umum  kurang baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang kurang memadai atas prinsip-prinsip  Good Corporate Governance. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan yang menyeluruh oleh manajemen Bank
Peringkat 5
Mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance   yang secara umum  tidak baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang tidak memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance,  maka secara umum kelemahan tersebut sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh manajemen Bank.

Contoh Perusahaan Good Corporate Governance (GCG)

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. (I DXINDF)dan PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (IDXICBP) merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman yang bermarkas di JakartaIndonesia. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990oleh Sudono Salim dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma yang pada tanggal 5 Februari 1994 menjadi Indofood Sukses Makmur. Perusahaan ini mengekspor bahan makanannya hingga AustraliaAsia, dan Eropa.

Dalam beberapa dekade ini Indofood telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan total food solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran.

Implementasi Rencana Strategi Perusahaan Indofood tbk.
1.         Perencanaan, Startegi, Organisir, Koordinasi dan SWOT perusahaan Indofood
Jakarta – Indofood Agri Resources Ltd, anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Singapura, menguasai hingga 64,4 persen saham PT PP London Sumatera Indonesia Tbk. IndoAgri dan anak usahanya PT Salim Ivomas Pratama menandatangani perjanjian jual beli bersyarat dengan pemegang saham mayoritas Lonsum yakni First Durango Pte Ltd, Ashmore Investment Management Limited selaku manajer investasi serta Keluarga Sariaatmadja pada 25 Mei 2007. Senin (28/5/2007). Grup IndoAgri akan mengakuisi 500.095.000 saham Lonsum yang telah diterbitkan dan surat utang wajib konversi (Mandatory Convertible Notes/MCN) sebesar US$ 47 juta yang akan jatuh tempo pada tahun 2009. MCN ini diterbitkan oleh Lonsum dan wajib dikonversikan dengan harga nominal menjadi 269.343.500 saham baru yang telah disetor penuh, dengan nilai tunai sekitar Rp 5 triliun. Grup IndoAgri telah menyetujui untuk menempatkan deposito sejumlah US$ 10 juta pada agen escrow, yang akan tergantung kepada penyelesaian rencana pengambil-alihan. Setelah penyelesaian transaksi pengambilalihan dan dengan asumsi bahwa MCN telah dikonversi, maka Grup IndoAgri akan menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan sekitar 64,4 persen dari modal yang telah ditingkatkan. Pada saat penyelesaian transaksi pengambilalihan, penawaran tender atas sekitar 35,6 persen saham Lonsum berdasarkan modal yang telah ditingkatkan, harus dilaksanakan pada harga sebagaimana diatur dalam peraturan Bapepam. Total nilai dari rencana pengambil-alihan dan penawaran tender akan dibiayai dari dana internal dan pinjaman.
Tergantung kepada evaluasi selanjutnya, sebagian pinjaman kemungkinan dapat dibiayai kembali dengan modal atau aktifitas fund raising. Rencana akuisisi ini akan didasarkan pada pelaksanaan due diligence oleh Grup IndoAgri, persetujuan para pemegang saham IndoAgri, Indofood dan First Pacific Company Limited HKEx:00142, serta seluruh institusi yang terkait di Indonesia, Singapura dan Hong Kong. Rencana pengambilalihan akan memperkuat bisnis model perkebunan terpadu Grup IndoAgri, antara lain mengembangkan usaha inti yaitu perkebunan, memperluas lahan dan perkebunan yang telah ditanami dengan kelapa sawit, meningkatkan produksi, memenuhi kebutuhan internal untuk CPO dan menjadi produsen atas bibit kelapa sawit unggul. Direktur Indofood Thomas Tjhie menyatakan, melalui rencana pengambilalihan ini, realisasi rencana jangka panjang Grup IndoAgri untuk memiliki 250.000 hektar perkebunan kelapa sawit akan dapat dipercepat. “Setelah penyelesaian transaksi akuisisi, Grup IndoAgri akan menjadi salah satu pemilik perkebunan yang terbesar di Indonesia,” ujat Thomas. Grup IndoAgri adalah perusahaan perkebunan yang terintegrasi dan pengolah minyak goreng, margarin dan shortenings dengan merek terkemuka. Pada tanggal 31 Maret 2007, Grup IndoAgri memiliki lahan perkebunan sekitar 224.083 hektar, diantaranya sekitar 74.878 hektar telah ditanami dengan kelapa sawit. Dengan rencana pengambilalihan ini, total lahan perkebunan dan total lahan yang telah ditanami dengan kelapa sawit masing-masing akan meningkat menjadi sekitar 387.483 hektar dan sekitar 138.081 hektar. Secara keseluruhan luas lahan yang telah ditanami adalah sekitar 165.000 hektar termasuk tanaman karet dan tanaman lainnya. 
2.            Strategi Pengembangan Perusahaan Indofood
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk., yang telah menjadi perusahaan raksasa terbesar di Indonesia yang selalu mendirikan unit-unit bisnis pendukungnya untuk mencapai keinginan terciptanya satu sistem produksi yang terintegrasi. Tentu saja dengan memiliki sistem produksi yang terintegrasi, PT. Iindofood dengan mudah menguasai pasar, dan tidak tergantung terhadap pemasok, karena bahan baku sudah dimiliki. Dalam pengembangan pasar dan peningkatan kemampuan perusahaan, PT. Indofood menggunakan strategi Intensif (Intensive strategy) yang terdiri dari tiga strategi utama yaitu:
  • Strategi Penetrasi Pasar. Strategi ini berusaha untuk meningkatkan marketshare suatu produk melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih besar. Dapat diimplementasikan dengan menambah jumlah tenaga penjual, iklan, atau usaha promosi lainnya.
  • Strategi Pengembangan Pasar. Tujuan untuk memperbesar pangsa pasar dengan memperkenalkan produk atau jasa ke daerah-daerah baru.
  • Strategi Pengembangan Produk. Meningkatkan penjualan dengan meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada.

Strategi Pengembangan Produk, sesuai dengan Strategi Diferensiasi ,Strategi ini dicirikan dengan keputusan perusahaan untuk menciptakan persepsi pasar potensial terhadap produk baru yang berbeda atau unik dengan harapan calon konsumen mau membeli dengan harga mahal karena adanya perbedaan itu. Seperti yang kita ketahui, PT. Indofood terutama produk mie instannya memiliki keunikan rasa dan promosi iklan yang mengusung tema nusantara. Hal ini yang mendasari kami bahwa PT. Indofood menggunakan strategi diferensiasi karena keunikan dan cakupan pasar yang luas terhadap produk mie instannya. Strategi yang digunakan PT. Indofood untuk mengakuisisi PT. Londsum adalah Strategi Integrasi Vertikal (Vertical Integration Strategy). Strategi ini menghendaki perusahaan melakukan pengawasan lebih terhadap distributor (Forward Integration Strategy), pemasok (Backward Integration Strategy), dan/atau para pesaingnya (Horizontal Integration Strategy). Akuisisi oleh PT. Indofood menurut kami, adalah pengambilalihan kepemilikan mayoritas saham perusahaan (PT. Londsum). Dengan tujuan mendapatkan kepemilikan atau meningkatkan pengendalian bagi pemasok. Diketahui bahwa PT. Londsum memiliki perkebunan kelapa sawit yang dapat digunakan PT. Indofood sebagai sumber bahan baku pembuatan produknya. Dari sudut pandang PT. Indofood adalah tepat dengan mengakuisisi PT. Londsum. Dimaksudkan dengan adanya kepemilikan saham mayoritas maka pengendalian dan pengawasan pasokan bahan baku sepenuhnya berada pada PT. Indofood. Jika PT. Indofood hanya merger dengan PT. Londsum, kemungkinan terciptanya resiko atau konflik di antara kedua perusahaan semakin besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendekatan Manajemen SDM

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM adalah suatu ilmu atau cara yang mengatur interaksi dan peranan sumber daya (tenaga kerja) y...